Suku Rejang
Suku Rejang adalah salah satu suku bangsa tertua di Sumatera. Suku Rejang mendominasi daerah kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, dan kabupaten Lebong. Sesuai perbendaharaan ujar dan dialek yang dimiliki bahasa Rejang, suku bangsa ini dikategorikan Melayu Proto.
Sejarah
Sejarah asal usul Rejang yang sebenarnya sudah sangat tidak memungkinkan diriwayatkan secara benar senyata kenyataan sebenarnya. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang berakibat sejarah asal usul Rejang yang terhapus dan hilang ditelan ketidaktahuan generasi saat lalu. Faktor-faktor tersebut adalah bagi berikut:
- Suku Rejang belum memahami media yang punya peran bagi menjadi pedoman yang tepat bagi meriwayatkan sejarah, seperti kekuatan menggambar, menulis, memahat, maupun hal-hal lain yang bisa memungkinkan bagi terdeteksi oleh generasi yang akan datang bagi disejarahkan. Bukti-bukti arkeolog tersebut belum ditemukan keberadaannya hingga zaman kini.
- Suku Rejang masih dipengaruhi oleh tradisi yang bersifat fiksi, sehingga hal-hal yang tidak masuk ingatan dimasukkan dalam tuturan sejarah. Hal ini menjadikan sejarah asal usul Rejang menjadi tuturan fiksi yang validitas dan reliabilitasnya jauh dari patokan bagi meriwayatkan sejarah.
- Suku Rejang tidak kelewat mempedulikan saat lampau, tapi menerima sejarah saat lalu yang diriwayatkan oleh para sejarawan dan cendikiawan asing yang berstatus penjajah. Hal ini juga dihubungkan dengan beberapa oknum suku Rejang yang kelewat percaya diri berpendapat menurut kemauannya sendiri, padahal kekuatan berbicara Rejang dengan beragam dialek Rejang yang mempunyai tidak dikuasainya. Suku Rejang yang berpartisipasi dalam proyek tersebut juga bukan berstatus orang Rejang asli, apalagi menjalani kehidupan di komunitas suku Rejang yang masih asli.
- Suku Rejang dengan sumber daya alam yang paling dieksploitasi oleh penjajah menjadi daerah yang menjadi asal usul suku Rejang. Ini disebabkan oleh rekayasa dari para penjajah yang memang memiliki kekuatan membaca dan menulis, sedangkan suku Rejang sangat dibodohkan. Sifat dari penjajah yang seperti ini sudah diketahui oleh para sejarawan Indonesia, yakni penjajah menjauhkan bangsa Indonesia bagi mengetahui pengetahuan pengetahuan modern. Pengetahuan modern seperti kekuatan pengetahuan bahasa, pengetahuan membilang, pengetahuan filsafat, maupun ilmu-ilmu modern yang lainnya belum didapatkan oleh suku Rejang yang merupakan suku bangsa di Indonesia. Ini terbukti dengan aksara kaganga yang konon merupakan tulisan asli suku Rejang, tapi pada kenyataan tidak bisa dipahami suku Rejang saat silam hingga saat kini. Hal ini juga menumbuhkan keraguan bahwa aksara tersebut adalah asli tulisan suku Rejang yang memang prakarsa suku Rejang itu sendiri.
- Suku Rejang kelewat suka meniru secara tidak kreatif, ini terbukti dengan peralatan musik tradisional, tari tradisional, rumah hukum budaya, hukum budaya upacara pernikahan, dan bahkan pakaian hukum budaya yang mempunyai keseluruhan imitasi dari suku bangsa terdekat dan pendatang yang mempunyai di tanah Rejang. Fenomena ini secara kasat mata bisa langsung ditebak oleh setiap pengamatnya, walaupun pengamat tersebut adalah seorang amatir.
Dari beberapa faktor di atas, sulit sekali mendeteksi sejarah asal usul suku Rejang. Walaupun demikian, masih mempunyai satu pusaka yang masih diwariskan secara jelas dan masih mempunyai hingga kini. Warisan tersebut adalah bahasa Rejang, sebuah bahasa yang unik yang belum punah hingga kini. Walaupun bukti-bukti arkeologi belum mempunyai terbukti keberadaannya secara kenyataan, tapi bahasa bisa menjadi pedoman menelusuri sejarah Rejang. Hal ini membuktikan bahwa orang yang paling punya peran bagi meriwayatkan Rejang adalah suku Rejang dengan kekuatan bahasa Rejang strata cakap dan terampil atau penutur asli bahasa Rejang yang bisa berkomunikasi dengan orang-orang Rejang dengan kekuatan meriwayatkan tuturan lampau secara ilmiah.
Ingatan budi

Suku Rejang menempati kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Kepahiang, kabupaten Bengkulu Utara, kabupaten Bengkulu Tengah, dan kabupaten Lebong. Suku ini merupakan suku dengan populasi paling agung di provinsi Bengkulu, suku ini tidak adaptif terhadap perkembangan di luar daerah. Ini disebabkan kultur masyarakat Rejang yang sulit bagi menerima argumen di luar dari argumen kelaziman menurut argumen mereka, dan ini menjadi bukti keyakinan dan ketaatan mereka terhadap adat-istiadat yang berlangsung sejak dulu kala. Hal ini menggambarkan bahwa sejak zaman dulu suku Rejang telah memiliki adat-istiadat. Karena mayoritas suku Rejang masih mempertahankan kebudayaan mereka, tidak ajab jika hukum hukum budaya yang berupa denda dan cuci kampung masih dipertahankan hingga kini. Suku Rejang sangat memuliakan harga diri, seperti halnya penjagaan martabat kaum perempuan, penghinaan terhadap para pencuri, dan penyiksaan dan pemberian hukum denda terhadap pelaku zina. Disebabkan kesesuaian tradisi Rejang dengan petuah Islam, suku Rejang telah mengubah keyakinan terdahulu mereka ke petuah agama Islam. Hingga kala ini, ingatan budi mereka juga identik dengan nuansa Islam. Pada zaman kini, sudah banyak putra-putri suku Rejang telah menempuh edukasi tinggi seperti pengetahuan edukasi keguruan, pengetahuan kesehatan, pengetahuan hukum, pengetahuan ekonomi, sastra, dan lain-lainnya. Banyak yang telah menekuni profesi bagi pegawai negeri, pejabat teras, dokter, pegawai swasta, pengacara, polisi, dan beragam profesi yang memiliki kehormatan menurut masyarakat modern pada era kini ini.
Peradaban
Sesudah Inggris secara resmi menyerahkan pemerintahan di Bengkulu kepada Belanda pada 6 April 1825, nasib masyarakat Bengkulu dan daerah pesisir tetap menderita di bawah belenggu kolonial. Kondisi itu berbeda dengan masyarakat Rejang di daerah pedalaman atau pegunungan yang tidak pernah merasakan penjajahan hingga tahun 1860. Keberuntungan itu disebabkan letak daerah Rejang yang jauh di pedalaman dan dikelilingi bukit barisan serta hutan rimba yang masih sangat belantara. Sebelum Belanda menyambangi Tanah Pat Petulai, peradaban masyarakat Rejang sudah lebih maju dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Hal ini dibuktikan dalam masyarakat Rejang telah memiliki pemerintahan masyarakatnya sendiri yang terdiri dari 5 orang tui kutei. Kutei merupakan suatu masyarakat hukum hukum budaya asli yang berdiri dan geneologis terdiri dari sekurang-kurangnya 10 hingga 15 keluarga atau rumah, sedangkan tui kutei merupakan kepala kutei yang dipilih sesuai garis keturunan pendiri petulai (kesatuan kekeluargaan masyarakat Rejang yang asli).
Dengan mempunyainya sistem petulai tersebut, menandakan masyarakat Rejang sudah memiliki hukum hukum budaya yang dipatuhi oleh pendukungnya. Peradaban yang maju pada masyarakat Rejang juga ditandai bahwa suku Rejang telah memiliki aksara sendiri bagi peralatan penyampai informasi, yakni aksara kaganga. Hingga kala ini, masyarakat Rejang yang asli masih memiliki peradaban yang menjunjung harga diri. Sering terjadinya kerusakan peradaban dalam masyarakat Rejang karena banyak masyarakat di daerah Rejang yang bisa berbicara Rejang, namun secara silsilah keturunan mereka bukanlah masyarakat Rejang yang asli (garis keturunan bukan patrilineal). Hal ini menjadi fenomena yang mencoreng citra suku Rejang.
Bahasa
Suku Rejang memiliki perbedaan yang mencolok dalam dialek penuturan bahasa. Dialek Rejang Kepahiang memiliki perbedaan dengan dialek Rejang di Kabupaten Rejang Lebong yang diketahui dengan dialek Rejang Curup, dialek Rejang Bengkulu Utara, dialek Rejang Bengkulu Tengah, dan dialek Rejang yang masyarakatnya di daerah kabupaten Lebong. Secara kenyataan yang mempunyai, dialek dominan Rejang terdiri tiga macam. Dialek tersebut adalah bagi berikut:
- Dialek Rejang Kepahiang (mencakup daerah kabupaten Kepahiang)
- Dialek Rejang Curup (mencakup daerah kabupaten Rejang Lebong, kabupaten Bengkulu Tengah, dan kabupaten Bengkulu Utara)
- Dialek Rejang Lebong (mencakup daerah kabupaten Lebong dan daerah kabupaten Bengkulu Utara yang berdekatan dengan daerah kabupaten Lebong)
Dari tiga pengelompokan dialek Rejang tersebut, kala ini Rejang terbagi menjadi Rejang Kepahiang, Rejang Curup, dan Rejang Lebong. Namun, walaupun dialek dari ketiga bahasa Rejang tersebut relatif berbeda, tapi setiap penutur asli bahasa Rejang bisa memahami perbedaan kosakata pada kala komunikasi berlangsung. Karena perbedaan tersebut seperti perbedaan dialek pada bahasa Inggris Amerika, bahasa Inggris Britania, dan bahasa Inggris Australia. Secara filosofis, perbedaan dialek bahasa Rejang terjadi karena faktor jarak, faktor sosial, dan faktor psikologis dari suku Rejang itu sendiri. Hal ini juga membuktikan bahwa strata persatuan dan kesatuan suku Rejang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan suku bangsa terdekat lainnya suku Lembak, suku Serawai, dan suku Pasemah. Itu disebabkan karena suku Rejang bukan suku bangsa perantau sehingga strata kepemilikan tanah mereka tergolong tinggi, mereka masih mudah dipengaruhi devide et empera yang dilancarkan penjajah sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada zaman kini, politik pecah belah tersebut dilancarkan oleh golongan tertentu dengan tujuan yang relatif sama dengan penjajahan Hindia Belanda.
Lihat pula
- Bahasa Rejang
- Ingatan budi Rejang
- Aksara Kaganga
Rujukan
- ^ Wurm, Stephen A. and Shiro Hattori, (eds.) (1981) Language Atlas of the Pacific Area Australian Academy of the Humanities in collaboration with the Japan Academy, Canberra, ISBN 0-85883-239-9
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
m.s1-pgsd-pendidikan-guru-sekolah-dasar.kurikulum.org, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, ilmu-pendidikan.com, dll-nya.